Saat ini penggunaan herbal di Indonesia telah meningkat tajam. Selain karena trend back to nature, juga karena ia merupakan sumber layanan kesehatan yang mudah diperoleh dan terjangkau. Selain itu, bukti-bukti empiris dan dukungan ilmiah yang semakin banyak serta modernisasi proses produksi semakin mengangkat popularitas herbal.
Di Indonesia, masyarakat dapat menggunakan herbal secara bebas tanpa harus berkonsultasi dengan dokter. Kecenderungan yang ada adalah masyarakat telah bertindak menjadi “dokter” untuk dirinya sendiri dalam penggunaan herbal. Bahkan tidak jarang mereka mengkonsumsinya bersamaan dengan obat konvensional. Hal ini terjadi karena mayoritas dari mereka menganggap herbal aman dikonsumsi karena sudah digunakan secara turun temurun. Fenomena ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena paradigma “herbal pasti aman” merupakan hal yang salah. Faktanya adalah banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat dari tenaga medis profesional, bahkan ada beberapa jenis herbal yang sudah dilarang penggunaannya oleh Badan POM karena efek sampingnya sangat besar. Selain itu, penggunaan herbal seringkali memiliki interaksi negatif bila dikonsumsi bersamaan dengan obat konvensional. Dari penelitian diungkap bahwa sekitar 63% tanaman obat tradisional Indonesia dapat menyebabkan interaksi farmakokinetik dengan obat-obat konvensional bila dikonsumsi secara bersamaan.
Dengan masih adanya pemahaman yang minim dan salah terhadap penggunaan herbal di kalangan masyarakat, maka dalam tulisan ini akan diberikan beberapa kiat dalam mengkonsumsi herbal secara bijak. Hal terpenting yang perlu diingat adalah bahwa penggunaan herbal harus aman, efektif dan rasional.
1. Herbal sebagai komplemen pengobatan konvensional.
Saat ini masyarakat cenderung menggunakan herbal sebagai alternatif dari pengobatan konvensional. Tidak jarang herbal digunakan sebagai alternatif terakhir setelah dokter angkat tangan. Hal ini tentu saja tidak benar. Herbal sebaiknya digunakan secara rutin untuk pencegahan timbulnya penyakit dan secara komplementer digunakan secara sinergis dengan pengobatan konvensional. Pengobatan konvensional dan pengobatan herbal memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Umumnya pengobatan konvensional lebih efektif dalam menangani penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan segera seperti penyakit infeksi, sedangkan herbal lebih banyak digunakan untuk pengobatan penyakit-penyakit degeneratif.
2. Periksalah ke dokter.
Agar penggunaan herbal efektif maka calon pengguna hendaknya secara pasti sudah mengetahui jenis penyakitnya. Jadi periksa ke dokter menjadi suatu kewajiban, terutama bila jenis penyakitnya belum diketahui. Jangan pernah mendiagnosa penyakit sendiri hanya berdasarkan keluhan-keluhan yang dirasakan. Masyarakat banyak yang percaya bahwa herbal bisa menyembuhkan macam-macam penyakit (panasea), jadi tidak perlu tahu jenis penyakitnya. Anggapan ini tentu sangat berlebihan, jadi tetap perlu periksa ke dokter untuk memastikan jenis penyakitnya sehingga pengobatan bisa dilakukan secara tepat dan efektif. Perlu diingat bahwa istilah panasea berarti bisa menyembuhkan macam-macam penyakit, bukan segala penyakit.
3. Sisi keamanan perlu dikedepankan
Keamanan merupakan aspek penting dari herbal selain khasiat. Mayoritas masyarakat menganggap herbal aman dikonsumsi karena sudah digunakan secara turun temurun. Anggapan “herbal pasti aman” merupakan hal yang salah. Faktanya adalah banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat dari tenaga medis, bahkan ada beberapa jenis herbal yang sudah dilarang penggunaannya oleh Badan POM karena malah dapat merugikan kesehatan yang serius (Aristolochia, kava-kava, Ephedra, kina, dan artemisia). Bila memungkinkan, pilihlah herbal yang telah mendapat pengakuan dari FDA (Badan POM-nya Amerika Serikat) sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe). Artinya secara umum aman dikonsumsi dalam jangka panjang tanpa efek samping yang berarti. Efek samping tetap ada namun ringan, misalnya diare ringan, demam ringan, rasa lapar, pusing, dan lesu. Contoh herbal yang telah menyandang gelar GRAS adalah VCO, bawang putih, ginseng, jeruk, jahe, dan ginko biloba.
4. Kenali mekanisme kerjanya
Sebenarnya maraknya beraneka ragam herbal yang ada di pasaran patut disyukuri karena itu berarti kita punya banyak pilihan menuju kesembuhan. Masing-masing herbal pasti punya kelebihan dan kelemahan. Selain itu, perlu diketahui mekanisme dari masing-masing herbal dalam pengobatan suatu penyakit. Walaupun semua diklaim dapat membantu mengobati penyakit yang sama, mekanismenya bisa berbeda karena kandungan senyawa aktifnya juga berbeda.. Dengan mengetahui mekanisme kerja setiap herbal dalam mengatasi penyakit tertentu, maka kita akan lebih bisa menggunakan herbal tertentu secara efektif.
5. Perlu konsistensi
Sebaiknya konsumsi herbal dilakukan secara teratur dan konsisten. Jangan berharap kesembuhan dapat diraih dalam hitungan harian, walaupun ada testimoni spektakuler yang dapat sembuh hanya dalam waktu beberapa hari. Perlu dipahami bahwa khasiat satu herbal belum tentu berlaku sama bagi setiap orang. Dalam penyembuhan penyakit, herbal bekerja dengan memperbaiki sistem metabolisme tubuh secara keseluruhan sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan obat-obat konvensional. Karena itu, jangan berganti-ganti herbal secara cepat. Perkembangan penyakit perlu dimonitor terus dalam kurun waktu 1-3 bulan. Bila tidak ada perkembangan yang berarti, baru bisa beralih ke herbal atau sistem pengobatan yang lain.
6. Pilihlah herbal berkualitas
Selain faktor intrinsik (dalam) yang melekat pada suatu herbal, khasiat suatu herbal juga sangat ditentukan pula oleh faktor-faktor ekstrinsik (luar), misalnya tempat tumbuh, waktu panen, cara pengolahan dan bahan bakunya asli (tidak palsu)..Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan Toga (tanaman obat keluarga) yang dibudidayakan sendiri di sekitar rumah, atau bila harus membelinya bisa dilakukan di tempat-tempat yang terpercaya (misalnya di apotek, toko obat atau agen resmi).
Dengan mencermati beberapa hal di atas, diharapkan masyarakat lebih bisa menggunakan herbal dalam pencegahan dan pengobatan penyakit secara aman, efektif dan rasional. (M. Ahkam Subroto, Lab Biofarmaka, Puslit Bioteknologi LIPI, Cibinong Science Center).